Jumat (11/02) pagi di Asia, Dolar Amerika Serikat naik. Data inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan dan komentar hawkish dari pengambil kebijakan Federal Reserve mempercepat ekspektasi kenaikan suku bunga agresif. Namun, tekanan serupa secara global membatasi kenaikan.
Data inflasi AS menunjukkan indeks harga konsumen (IHK) tumbuh sebesar 7,5% tahun ke tahun. Angka itu juga mendorong Presiden Fed St. Louis James Bullard mengatakan bahwa Fed harus menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin selama tiga pertemuan berikutnya.
Indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap sejumlah mata uang lainnya terus naik di 95,891. AUD/USD melemah di 0,7138 dan NZD/USD turun 0,25% menjadi 0,6653. Pasangan USD/CNY naik tipis ke 6,3611 sedangkan GBP/USD turun menjadi 1,3541.
Sementara itu, Bank of Japan juga berkomitmen untuk membeli obligasi tenor 10 tahun dalam jumlah tidak terbatas sebesar 0,25% pada hari Kamis, sebagai tanggapan atas tekanan jual beberapa hari di pasar obligasi Jepang.
USD/JPY naik tipis ke 116,08, tapi pasar Jepang ditutup libur. Rupiah turun tipis di 14.352,6 per dolar.
Dolar Australia akan mencapai kenaikan mingguan hampir 1% meskipun dolar menguat pada hari Jumat, sementara dolar Selandia Baru juga menuju kenaikan mingguan kedua berturut-turut.
Treasuries AS naik dan dolar naik ke level tertinggi lima minggu terhadap yen selama sesi bergejolak semalam. Mata uang AS juga bergejolak terhadap mata uang lainnya, sebelum menguat luas di awal sesi Asia.
ECB akan memperbarui proyeksi ekonominya pada Maret 2022, di mana pasar obligasi mengharapkan perubahan yang lebih hawkish. Penetapan harga swap juga menunjukkan kemungkinan hampir 30% Bank of England akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps bulan depan.
Bahkan bank sentral yang berpegang pada pendekatan yang lebih dovish, seperti Reserve Bank of Australia (RBA), mengubah nada kebijakannya. Gubernur RBA Philip Lowe mengatakan sebelumnya bahwa jika pemulihan ekonomi mencapai perkiraan, kenaikan suku bunga berpotensi terjadi pada tahun 2022.