Harga emas hampir mencapai titik tertinggi dalam dua bulan di USD 1.790 pada hari Senin. Lalu, emas kembali ke USD 1.770 karena suku bunga jangka panjang AS rebound. Kini emas membangun keuntungannya dari minggu lalu dengan cara naik 0,47 persen di akhir sesi pada hari Selasa kemarin.
Logam mulia tersebut kebanyakkan dipicu oleh perkembangan imbal hasil obligasi jangka panjang. Jadi, saat imbal hasil obligasi riil menurun, daya tarik obligasi akan berkurang, hal ini meningkatkan kesempatan investor di emas.
Perkembangan emas akan bergantung pada perkembangan suku bunga jangka panjang AS dengan jumlah 1,56%, terhadap titik tinggi 1,745% di awal bulan. Perkembangan imbal hasil obligasi akan bergantung banyak pada kembali dibukanya kegiatan perekonomian dan rencana investasi infrastuktur Joe Biden. Diskusi antara Kongres dan Gedung Putih masih berada di tahap awal tapi sang Presiden AS berharap RUU tersebut dapat disahkan per akhir Mei.
Dampak ekonomi dari rencana investasi ini pastinya positif untuk pertumbuhan, tapi juga untuk inflasi (mengingat konstruksi sulit untuk direlokasi) yang akan mendukung imbal hasil obligasi karena pasar juga belum memberikan harga pada RUU ini.
Namun, penurunan imbal hasil obligasi yang berkepanjangan nampak tidak mungkin di situasi saat ini. Hal ini karena vaksinasi berlangsung cepat dan adanya kabar baik bagi pemulihan ekonomi. Maka dari itu, jika rebound emas terus terjadi, hal itu harus dibatasi.
Dari sudut pandang teknikal, proyeksi emas adalah naik sejak emas menembus titik resistansinya di USD 1.755. Terobosan di titik resistansi ini telah membuat emas dapat menciptakan pola reversal “double bottom” dengan target atas teoretis di USD 1.835.
Proyeksi naik ini tidak akan berlaku lagi jika emas jatuh dari double bottom tersebut. Dalam hal ini, proyeksi jangka pendek akan kembali selaras dengan proyeksi jangka panjang, yang akan turun selama emas tidak menembus saluran tren turun yang sedang bergerak sejak tahun lalu.